Senin, 27 September 2010

Implikasi Pengalaman Sekolah Bertaraf Internasional

Implikasi Pengalaman Sekolah Bertaraf Internasional

Implikasi Pengalaman Sekolah Bertaraf Internasional
(What Can We Learn?)

Bagaiama kita dapat belajar dari, dan menggunakan konsep SBI. Kalau Kemendiknas percaya bahwa sekolah R/SBI dapat mencapaikan pendidikan yang lebih bermutu, apakah itu hanya logikal (masuk akal)kalau standar itu menjadi Standar Sekolah Nasional dan menghapus diskriminasi dari konsep SBI (sekolah yang berbeda) yang Tidak Adil dan tidak Mengarah Ke Pemerataan Mutu Pendidikan Untuk Semua?

Kita perlu mengarah ke konsep Sekolah Bertaraf Nasional (SBN). Pasti semua sekolah SBN boleh mengarah ke mutu bertaraf internasional juga, mengapa tidak? Ini kemajauan. Membuat fondasi berbasis; Metodologi Terbaik dan mencari Cara Kita Dapat Mencapaikan Sarana Prasarana yang Manusiawi di Semua Sekolah di Indonesia...

Ayo, mari kita coba membantu merubah paradigmanya. Tetapi jelas perubahannya harus dilakukan di tingkat lapangan, solusi-solusi seperti SBI yang muncul dari manajemen pendidikan kita hanya meningkatkan frustrasi di lapangan luas kan? Dengan MBS dan Pembelajaran Aktif, yang tidak kena biaya dan adalah kuncinya pendidikan internasional yang bermutu kita dapat mulai. Misalnya satu isu yang disebut penting (di SBI), meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris dan perannya di sekolah, adalah isu yang lebih terkait niat, sikap, dan dedikasi daripada isu lain....

Mutu pendidikan-nya sangat tergantung guru atau dosen yang melaksanakan pembelajaran-nya. Di hampir semua sekolah atau kampus yang saya kunjungi ada guru atau dosen yang mengajar secara efektif dan berjuang untuk mengajak pelajarnya aktif dalam proses pembelajaran. Ini sangat tergantung kemampuan (dan kepedulian) pendidiknya secara masing-masing. - Inilah adalah maslahnya.

Saya sudah menyaksikan pembelajaran di sekolah kecil di desa, misalnya di Pacitan yang hebat sekali. Saya juga sering menyaksikan metodologi di sekolah favorit di Jakarta saja yang mengingatkan saya mengenai metodologi yang sudah digunakan 27 tahun yang lalu, waktu saya baru datang ke indonesia (100% Hafalan & Pelajar Duduk Manis :-).

Walapun saya tidak setuju dengan kebijakan R/SBI dilaksanakan sekarang dengan puluhan ribu sekolah yang masih dalam keadaan rusak atau ambruk, dan fasilitas dasar tidak ada di banyak sekali sekolah lain (sangat tidak adil), sebenarnya ada beberapa isu yang muncul dari pengalaman coba mengarah ke sekolah bertaraf internasional yang mempunyai beberapa implikasi untuk kurikulum dan bentuk sekolah umum masa depan (untuk semua), maupun reaksi rakyat pada umum juga mencirmankan keinginan rakyat untuk meninggalakan model sekolah yang lama.

Masalah kita (menurut saya) adalah kita belum mempunyai model untuk sekolah bertaraf nasional yang sesuai zaman. Kita juga belum mempunyai fondasi pendidikan yang jelas termasuk, filosofi, metodologi yang tepat, atau cara kita dapat melaksanakan pendidikan yang bermutu dengan kurikulum yang ada, apalagi dengan sistem penilaian yang kayaknya susah dirubah :-) Tetapi kita masih bisa berhasil.... :-)

SD berani Tetapkan Standar Kelulusan

sd berani tetapkan standar kelulusan

Sumber: Kompas.Com

JAKARTA, KOMPAS.com- Sejumlah SD di daerah menetapkan standar minimal kelulusan ujian akhir sekolah berstandar nasuional (UASBN) seperti yang ditetapkan pemerintah pusat pada pelaksanaan ujian nasional (UN) SMP dan SMA. Penetapan tersebut ada yang murni inisiatif sekolah, tetapi ada juga karena sudah diputuskan oleh dinas pendidikan setempat.

Rudi MS, guru SDN Cikoneng, Kabupaten Bogor, Rabu (21/4/2010), mengatakan, kriteria kelulusan diimbau untuk menyamai nilai minimal ujian nasional (UN) SMP yakni 5,5. Sekolah ini selalu menetapkan nilai minimal kelulusan 5,5 yang sudah disosialisasikan pada siswa dan orang tua murid sejak tiga bulan lalu.

Sudiyanto, Kepala SDN Kartamulia 1 Sukamara, Kalimantan Tengah, mengatakan sekolah-sekolah diimbau unit pelaksana teknis dinas pendidikan setempat untuk menetapkan standar kelulusan minimal 5,5. Tidak ada perintah resmi, tetapi di tempat kami menetapkan standar seperti UN SMP yakni 5,5. Tujuannya supaya lulusan dari sekolah kami mudah menyesuaikan diri di SMP, jelas Sudiyanto.

Sebanyak delapan siswa di sekolah ini, kata Sudiyanto, mendapat pelajaran tambahan usai pulang sekolah selama tiga kali seminggu. Para siswa diajar secara bergantian oleh guru sejak tiga bulan lalu khusus untuk mata pelajaran UASBN.

Dari hasil uji coba atau try out yang dibuat sesuai standar UASBN, nilai yang diraih siswa melampaui nilai minimal. Kami merasa siap saja menerapkan standar kelulusan 5,5, ujar Sudiyanto.

Senin, 20 September 2010

PENDIDIKAN PROFESI GURU MASIH TERBATAS

Pendidikan Profesi Guru Masih Terbatas

Selasa, 14 September 2010 | 03:23 WIB

www.kompas.com

Jakarta, Kompas - Pendidikan profesi guru selama enam bulan atau satu tahun di lembaga pendidikan tenaga kependidikan masih dijalankan secara terbatas. Padahal, kebutuhan guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai guru profesional sudah mendesak.

Pada saat pemerintah berencana memulai pendidikan profesi guru (PPG)—yang terbuka untuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) negeri dan swasta—tahun ini izin penyelenggaraannya di perguruan tinggi swasta justru belum keluar.

”Sampai saat ini izin penyelenggaraannya belum keluar. Padahal, LPTK yang memenuhi syarat sudah diseleksi,” kata Bendahara Asosiasi LPTK Swasta Indonesia Muhdi.

Meski demikian, Muhdi menegaskan, PPG tetap harus segera dilaksanakan karena telah diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen. Hingga tahun 2014 nanti jumlah guru yang pensiun mencapai 206.408 orang.

Tidak semua guru dapat memperoleh sertifikat pendidik lewat program sertifikasi dengan penilaian portofolio. Padahal, para guru nantinya hanya bisa mengajar sesuai sertifikat pendidik yang diperolehnya. Guru TK dan SD akan menjadi guru kelas, sedangkan guru mata pelajaran harus mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Bedjo Sujanto, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (13/9), menjelaskan, PPG menjalankan LPTK sesuai kuota dari pemerintah. Program ini sudah dimulai tahun lalu, tetapi baru untuk guru dalam jabatan.

Tahun lalu UNJ menjalankan PPG untuk 80 guru. Program dijalankan setahun bagi guru Bimbingan Konseling dan Matematika.

”Pendidikan profesi guru baru untuk guru yang sudah ada. Untuk umum, yakni lulusan sarjana pendidikan dan nonkependidikan, belum dibuka,” ujar Bedjo.

Guru mata pelajaran mengikuti pendidikan profesi selama satu tahun. Adapun guru SD hanya enam bulan karena menjadi guru kelas.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab mengatakan, PPG di kampus ini sudah dilaksanakan untuk 148 guru SD. Para guru itu mendapat beasiswa dari pemerintah. (ELN)

59.000 GURU TERIMA TUNJANGAN

59.000 Guru Terima Tunjangan

Rabu, 15 September 2010 | 15:09 WIB

www.kompas.com

Surabaya, Kompas - Setelah menanti berbulan-bulan, akhirnya sejumlah tunjangan guru yang disalurkan melalui dana dekonsentrasi dicairkan. Umumnya dana dapat diterima pertengahan September ini.

Tunjangan yang dicairkan melalui dana dekonsentrasi ini adalah tunjangan profesi pendidik (TPP), tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus guru di daerah terpencil. Secara keseluruhan, penerima ketiga tunjangan ini di Jatim mencapai 59.000 orang dengan alokasi anggaran Rp 147.111.116.880.

Untuk TPP 7.242 guru non-pegawai negeri sipil (PNS) yang disertifikasi pada 2006-2008, tersedia anggaran Rp 69.507.716.880. Adapun alokasi anggaran tunjangan fungsional untuk 50.445 guru non- PNS yang belum disertifikasi mencapai Rp 66.587.400.000. Tunjangan fungsional sebesar Rp 22.000 per bulan dan dibayar setiap enam bulan. Sementara tunjangan khusus guru daerah terpencil disiapkan untuk 1.360 guru di Jatim dengan alokasi Rp 11.016.000.000.

Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Jatim Nur Srimastutik pada Selasa (14/9) di Surabaya mengatakan, pencairan sesungguhnya sudah dilakukan pada Rabu (8/9). Guru bisa mengambil buku tabungan dan kartu ATM di Bank Mandiri. Rekening untuk pencairan tunjangan sudah dibuka dengan pengajuan Dinas Pendidikan Jatim.

PENCAIRAN TERTUNDA

Namun, liburan Idul Fitri menunda pencairan. Lagi pula, tidak semua guru mengetahui tunjangan yang sudah cair ini. Di Surabaya, kata Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh, buku rekening dibagikan sesuai dengan wilayah.

Guru dari sekolah di wilayah selatan dapat mengambilnya di SMK Negeri 6, dari wilayah timur di SMKN 5, dari utara di SMA Barunawati, dan dari barat di SMK St Louis di Jalan Tidar pada Rabu dan Kamis (15- 16/9) pukul 08.00-13.00. Para guru cukup membawa salinan kartu tanda penduduk sebagai bukti diri.

Adapun mengenai guru-guru yang disertifikasi pada 2009, kata Nur Srimastutik, Dinas Pendidikan Jatim masih memverifikasi tanggal lahir dan data guru yang pensiun, meninggal, atau sudah tidak aktif mengajar. "Surat keputusan (SK) dan anggaran sudah siap, tetapi kami masih mengerjakan verifikasi data," katanya.

Sampai kemarin, baru 17 kabupaten/kota yang sudah menyerahkan hasil verifikasi data guru sertifikasi 2009, yang mencapai 10.241 orang.

Yusuf menambahkan, guru-guru diharapkan untuk bersabar. Hal terpenting, SK menetapkan tunjangan diberikan mulai Januari 2010 sehingga TPP dicairkan secara rapel mulai awal 2010.

Koordinator Penerima TPP Jatim Wisnu Pradata kemarin menambahkan, guru tetap berharap TPP dicairkan sesegera mungkin. Bahkan semestinya, TPP guru sertifikasi 2009 bisa dicairkan bersama dengan yang lain. (INA)

Penulis: INA

GURU SD TERTINGGAL

Guru SD Tertinggal

Senin, 20 September 2010 | 03:17 WIB

www.kompas.com

Jakarta, Kompas - Guru-guru di jenjang sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang berperan besar untuk mendukung pendidikan dasar berkualitas justru tertinggal secara kualifikasi akademik. Bahkan, dari sekitar 1,48 juta guru SD yang ada saat ini, sekitar 25 persennya berpendidikan SMA.

Guru SD lainnya, sekitar 48 persen berkualifikasi akademik diploma 2 (D-2). Adapun yang telah memenuhi syarat sesuai UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan guru SD minimal D-4/S-1 baru sekitar 24 persen.

Suparman, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia, di Jakarta, Minggu (19/9), mengatakan, peningkatan mutu guru tidak hanya berhenti dengan meningkatkan kualifikasi akademik guru seperti yang diprogramkan pemerintah tuntas tahun 2015 nanti. ”Yang penting, bagaimana guru-guru Indonesia itu selalu memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelatihan secara berkelanjutan,” kata Suparman.

Menurut Suparman yang juga Koordinator Education Forum, meningkatkan kualitas guru dan fasilitas sekolah harus dilakukan dalam rangka memenuhi hak anak. Sebab, anak-anak bangsa berhak mendapatkan layanan pendidikan yang menyenangkan serta sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan si anak.

Secara terpisah, S Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, mengatakan, dengan kondisi guru yang masih jauh dari kualifikasi profesional tersebut, terutama di SD, proses pembelajaran yang seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, dan menyenangkan masih jauh dari harapan. Begitu pun suasana pendidikan yang menantang dan memotivasi siswa untuk kreatif belum dapat diterapkan.

Dalam pertemuan bloger Kompasiana, beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, ada paradigma yang salah dalam memandang pendidikan di jenjang SD yang siswanya sekitar 80 persen dari total siswa di Indonesia. ”Yang pintar-pintar banyak lebih tertarik ngurusin perguruan tinggi. Yang SD dibilang enggak penting diurus orang pintar. Justru di SD yang jadi fondasi paling penting ini harus diisi dengan orang-orang pilihan,” kata Nuh.

Secara nasional, akses anak usia 7-12 tahun bersekolah sudah semakin bagus. Bahkan, kesenjangan jumlah siswa termiskin dan terkaya di SD juga sudah tidak ada masalah.

Nuh mengatakan, kualitas pendidikan di semua jenjang mesti mendapat perhatian. Penguatan mutu di tingkat SD akan mendukung kemajuan pendidikan di jenjang berikutnya.

KURIKULUM BERAT

Suparman menambahkan, penguatan pendidikan di SD tidak hanya bergantung pada peningkatan kualitas dan profesionalisme guru. Pemerintah juga mesti membangun sistem yang membuat pembelajaran di sekolah berpihak pada anak.

Pendidikan di SD yang merupakan pendidikan dasar tingkat pertama, ujar Suparman, semestinya menjadi fondasi untuk membentuk watak dan karakter anak-anak menjadi manusia pembelajar. Jika terjadi kesalahan di tahap ini, pendidikan di jenjang selanjutnya juga akan terganggu karena mesti fokus lagi pada kemampuan-kemampuan dasar yang mestinya sudah dimatangkan di SD.

Kurikulum SD saat ini terlalu banyak beban mata pelajaran. Di SD ada sekitar 10 mata pelajaran.

Pembelajaran yang berlangsung di jenjang SD justru menitikberatkan pada kemampuan kognitif. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan ujian akhir sekolah berstandar nasional atau semacam UN di jenjang SD, fokus pembelajaran di SD mengejar supaya anak mampu lulus. (ELN)

GURU PERTANYAKAN DANA TUNJANGAN PROFESI

Guru Pertanyakan Dana Tunjangan Profesi

Senin, 20 September 2010 | 03:45 WIB

www.kompas.com

Medan, Kompas - Desakan pencairan dana tunjangan profesi guru Kota Medan terus mengalir. Para guru mendesak Dinas Pendidikan Kota Medan dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumut agar tidak perlu menunggu semua evaluasi data guru rampung baru mencairkan dana tunjangan profesi itu.

”Ini, kan ada sekitar 4.000 guru. Anggota kami saja 3.400 guru. Tentu tidak semua datanya belum lengkap. Yang datanya sudah lengkap, sebaiknya uang tunjangan profesinya segera diberikan. Yang belum lengkap, menyusul,” kata Lodden Ritonga, Ketua Forum Guru Medan Korban Sertifikasi 2008 (FGMKS 2008), di Medan, Minggu (19/9).

Apabila dalam dua atau tiga hari ini belum juga ada pencairan dana tunjangan profesi guru, Lodden berencana mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Kota Medan dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara untuk audiensi. Apabila belum ada hasil juga, dia akan mengerahkan massa untuk berunjuk rasa.

Sementara itu, Ketua Forum Guru Kota Medan Jannnur Tambunan menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), seharusnya dana tunjangan profesi itu dicairkan pada Juni 2010. SK Dirjen PMPTK itu mengamanatkan, pertama, memberi tunjangan profesi setiap bulan terhitung mulai Januari 2010 yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok.

Kedua, anggaran tunjangan profesi dibebankan pada dana dekonsentrasi sebagaimana tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010.

Dia menambahkan, para guru di Kota Medan telah menerima surat keputusan dan telah melengkapi berkas pada bulan Juli. Semestinya dinas pendidikan langsung dapat mengolahkan karena teknologi sudah maju.

Para guru yang belum mendapat dana tunjangan profesi tersebut beragam, mulai dari angkatan tahun 2006 sampai angkatan 2009. Dana yang harus dibayar mencapai Rp 57 miliar.

Untuk guru yang baru mendapat surat keputusan pada tahun 2010, dananya akan dibayar Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara. Adapun untuk guru yang mendapat surat keputusan sebelum tahun 2010, dananya akan dicairkan oleh Dinas Pendidikan Kota Medan.

Sekretaris Daerah Kota Medan Fitriyus menjelaskan, puhaknya telah mencairkan dana tersebut melalui bagian keuangan pada Rabu (25/9) setelah mendapat laporan mengenai desakan pembayaran dana tunjangan profesi tersebut.

”Semestinya dana tersebut sudah sampai ke rekening para guru,” ujarnya.

Kenyataannya, belum ada guru yang menerimanya. (MHF)

Guru, Kunci Sukses Pendidikan Dasar

Guru, Kunci Sukses Pendidikan Dasar

Senin, 20 September 2010 | 19:41 WIB

M.LATIEF

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesuksesan pendidikan dasar bukan sekadar menghadirkan anak-anak usia wajib belajar secara fisik di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan anak-anak usia wajib belajar ini mendapatkan layanan pendidikan bermutu yang membuat mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah, dan memiliki kemampuan menghadapi masa depan.

"Untuk mencapai pendidikan dasar berkualitas di suatu negara, guru punya peran penting. Kita butuh guru yang terlatih baik dan memiliki motivasi tinggi," kata Hubert Gijzen, Direktur Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Perwakilan Kantor Jakarta dalam pembukaan program pelatihan guru internasional E-9 (sembilan negara berpenduduk terbanyak di dunia) di Jakarta, Senin (20/9/2010).

Pelatihan diikuti 320 guru didari empat negara E-9 yakni Indonesia, Mesir, Bangladesh, dan Meksiko. Adapun China, India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria tidak mengirimkan perwakilan.

Gijzen menambahkan kebijakan pemerintah Indonesia yang mereformasi guru merupakan langkah yang tepat. Fokus pada peningkatan mutu dan profesionalisme guru dapat mendorong tercapainya pendidikan untuk semua, termasuk di daerah-darah yang terpecnil dan kelompok yang termarginalkan.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menambahkan para guru dari negara E-9 yang memiliki masalah dan tantangan pendidikan yang sama tersebut bisa saling belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi diri.

Penulis: Ester Lince Napitupulu | Editor: I Made Asdhiana